Pentingnya Perencanaan Desa - TANEAK TANAI
TANEAK JANG - BUMAI PAT PETULAI
MAGEA SANOK SEMANEI SLAWEI KUTE NE,MARO BA ITE SELALU JEMAGO PERSATUAN LEM MBANGUN TANEAK TANAI TE,BLOGGER ADE BA ALAT MAGEA ITE UNTUK SELALU JEMALIN SILATURRAHMI.

" Sesungguhnya engkau tidak akan menjadi orang besar, kalau hanya menuntut ilmu dengan kepintaran tinggi, tapi melupakan tempat kelahiranmu...dengan pura-pura lupa,atau apapun itu "
- Anton -
Photobucket
Home » » Pentingnya Perencanaan Desa

Pentingnya Perencanaan Desa

Written By Anton on Jumat | 21.40


Studi Kasus desa Tertinggal di Kabupaten Lebong

Tim Akar

Provinsi Bengkulu adalah provinsi termuda di Indonesia sebelum era otonomi daerah dimulai. Provinsi ini ditetapkan pada tahun 1968, sebelumnya adalah bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Luas Provinsi ini adalah 1.978.870 ha dengan penduduk berjumlah 1.571.181 jiwa dan 366.506 KK (Bengkulu dalam angka 2004).

Provinsi ini terletak di Pantai Barat Sumatera Bagian Selatan dan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia, diapit oleh Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Barat. Seratus persen wilayah provinsi ini berada di sebelah barat pegunungan bukit barisan.

Provinsi Bengkulu dibagi dalam delapan Kabupaten dan satu Kota. Ada lima Kabupaten baru dalam tiga tahun terakhir ini, Yaitu Kabupaten Lebong, Mukomuko, Seluma, Kepahiang dan Kaur.

Baru-baru ini Kementerian Daerah Tertinggal telah menetapkan bahwa seluruh kabupaten di Provinsi Bengkulu adalah daerah tertinggal, ini adalah satu-satunya provinsi di bagian barat Indonesia dengan predikat demikian.

BKKBN Bengkulu 2004, melaporkan dari 366.506 KK penduduk tersebut, 34,73 persennya hidup di bawah standar kemiskinan (127,298 KK). Sesuatu yang ironis karena sebagian besar penduduk hidup dari sektor pertanian dan luas lahan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masih sangatlah cukup.

Kemiskinan Sistemik di Bengkulu

Mata pencaharian utama penduduk Bengkulu adalah pertanian, dimana lebih dari 70 persen berkerja dalam bidang tersebut. Ini dapat dilihat dari distribusi Pendapatan Domestik Bruto Bengkulu yang didominasi sektor pertanian sebesar 42,79 % (Pemprov Bkl, 2005).

Pemerintah Provinsi sendiri sebenarnya telah menyadari bahwa salah satu hambatan dalam penanggulangan kemiskinan adalah keterbatasan akses masyarakat terhadap sumber daya alam/produksi. Tetapi yang terjadi di lapangan sebenarnya pengambil kebijakan semakin hari semakin mengurangi akses dan kontrol masyarakat terhadap sumber daya alam/produksi tersebut.

Satu hal yang selalu didengung-dengungkan oleh pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten adalah bagaimana mendatangkan investor apapun yang sebagian besar bergerak dalam bidang eksploitasi sumber daya alam, misalnya HGU untuk perkebunan besar, Kontrak Pertambangan, Izin eksploitasi kayu dan lainnya. Perilaku ini sebenarnya semakin hari semakin menyingkirkan masyarakat dari tanahnya sendiri karena izin-izin tersebut telah membuat masyarakat kehilangan akses terhadap lahan pertaniannya.

Investasi-investasi tersebut memang mendatangkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, tetapi sebenarnya tidak dapat menjawab kebutuhan sehari-hari mereka. Pendapatan dari bekerja di perkebunan atau pertambangan jauh lebih kecil bila dibandingkan mereka dapat mengelola lahan secara mandiri.

Investasi-investasi tersebut sebenarnya yang menjadi penyebab utama pemiskinan masyarakat petani di Bengkulu. Pola penanggulangan kemiskinan selama ini yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak memperlihatkan hasil nyata walaupun telah mengeluarkan biaya sangat besar, karena tidak melihat akar masalah kemiskinan itu sendiri.

Pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan ini seperti biasanya melakukan hal-hal yang bersifat karikatif seperti membantu permodalan masyarakat, membantu ternak, memberikan sumbangan peralatan atau bahkan sekarang ini gratis dalam biaya sekolah anak-anak. Suatu hal yang membingungkan, sebenarnya bantuan-bantuan tersebut telah dilakukan selama lebih dari tiga dekade dan tidak memberikan banyak hasil berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sudah saatnya sekarang ini bagi eksekutif dan legislatif untuk mendengar dan melihat langsung permasalahan masyarakat di desa dan memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat tersebut. Dan tentu saja diperlukan metode partisipasi yang cukup supaya data-data yang datang dari masyarakat dapat dipercaya dan benar.

Kabupaten Lebong dan Lansekap TNKS

Di Propinsi Bengkulu, secara administratif, wilayah Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) terdapat di 18 kecamatan, yaitu di Kabupaten Lebong, Kecamatan Lebong Utara, Lebong Atas, Lebong Tengah, Lebong Selatan, dan Rimbo Pengadang. Kabupaten Rejang Lebong, Kecamatan Curup, Selupu Rejang, Bermani Ulu, Sindang Kelingi, Padang Ulak Tanding. Kabupaten Bengkulu Utara, Kecamatan Ketahun, Napal Putih, Putri Hijau, sedangkan di Kabupetan Muko-muko, Kecamatan Lubuk Pinang, Muko-muko Utara, Teras Terunjam, Pondok Suguh, Muko-muko Selatan. Dengan luasan di tiap kabupaten, yaitu Bengkulu Utara 72.171 Ha, Muko-muko 131.341 Ha, Lebong 109.548 Ha, dan Rejang lebong 27.515 Ha.

Laju kerusakan kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat di Propinsi Bengkulu sangat tinggi. Di awal tahun 2005, dari 340.575 Ha kawasan yang masuk dalam wilayah administrasi propinsi Bengkulu 36,27 % (123.534,58 ha) telah rusak parah (kondisi non-hutan).

Teridentifikasi beberapa kelemahan dalam pengelolaan, yang selanjutnya menimbulkan permasalahan-permasalahan dan kerusakan di dalam kawasan Taman Nasional, seperti perambahan hutan, penebangan liar, penyerobotan hutan, perburuan liar, dan penambangan emas. Kelemahan-kelemahan tersebut meliputi: 1) Bentuk (form) bentang alam kawasan TNKS yang memanjang (narrow elongated shape), keadaan kawasan dengan garis dan daerah batas yang panjang dan luas membuka kemungkinan dan kesempatan yang luas bagi terjadinya tekanan dan gangguan dari luar kawasan ke pusat-pusat hutan yang merupakan zona inti. 2) Terjadi gangguan dan tekanan dari masyarakat sekitar kawasan yang didorong oleh kondisi sosial, ekonomi, dan budaya mereka, terlebih pada kondisi krisis saat ini. 3) Adanya aktivitas pertambangan di dalam kawasan TNKS. 4) Kerusakan hutan lindung dan hutan produksi yang merupakan daerah penyangga perluasan habitat dan sosial dari Taman Nasional. 5) Masih lemahnya koordinasi dengan pihak dan instansi terkait, terutama di tingkat daerah yang mendorong terjadinya benturan kebijaksanaan. 6) Pemekaran kabupaten, terutama kabupaten yang memiliki sumberdaya alam terbatas menjadi ancaman dan potensi dilakukannya eksploitasi TNKS.

TNKS di Kabupaten Lebong

Kabupaten Lebong merupakan Kabupaten baru di Propinsi Bengkulu yang dimekarkan berdasarkan Undang-Undang No. 39 tahun 2003 dari Kabupaten Induk Rejang Lebong. Berbagai permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya alam, terutama hutan yang dihadapi oleh Kabupaten ini. Kabupaten dengan luas total lebih kurang 181.297,90 Ha ini, tidak memiliki kawasan hutan produksi. Semua lahan peruntukan hutan adalah hutan konservasi, berupa hutan lindung, hutan cagar alam, dan taman nasional. Dengan kondisi tersebut, maka ada beberapa masalah pengelolaan sumberdaya hutan yang dihadapi.

Pertama, tekanan kebutuhan masyarakat terhadap lahan pertanian yang terus naik karena pertambahan penduduk, penebangan liar (illegal logging), dan pencurian hasil hutan (kayu dan non-kayu). Meningkatnya pemilikan chainsaw, baik yang mempunyai izin maupun liar di sekitar kawasan dengan sumber bahan baku yang tidak jelas, hingga pemenuhan kebutuhan kayu untuk pembangunan infrastruktur pemerintahan.

Adanya izin Pemanfaatan Kayu di Tanah Milik (IPK/IPKTM) yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Lebong dengan alasan pemenuhan kebutuhan kayu untuk pembangunan di lingkungan PEMDA (kantor) dan kebutuhan masyarakat, secara langsung, akan mengancam kelestarian hutan TNKS mengingat Kabupaten ini tidak memiliki kawasan hutan selain kawasan konservasi. Sebagaimana diketahui, kerusakan TNKS akibat tekanan kebutuhan Kayu dan lahan dalam beberapa tahun terakhir mencapai 106.846,58 Ha atau 77,95 % dari total kawasan TNKS di wilayah Kabupaten Lebong dan Rejang lebong yang mencapai 137.063,00 Ha. Dapat dipastikan, dengan meningkatnya kebutuhan kayu disertai adanya legalitas pengeluaran kayu ini, akan menjadi potensi besar terjadinya eksploitasi di kawasan TNKS.

Dari hasil workshop yang dilakukan oleh Akar Foundation yang didukung oleh Russell E, Train Education for Nature pada 14-16 November 2006 di Muara Aman Lebong, Persoalan dalam pengelolaan kawasan konservasi di TNKS wilayah Lebong (Kab. Lebong) tantangannya sangat besar yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Kabupaten Lebong baru terbentuk pada tahun 2003, dengan fasilitas infra struktur pendukung roda pemerintahan sangat minim termasuk jumlah pegawai yang bertugas sangat jauh dari ideal.

2. Koordinasi dan komunikasi yang terbangun antara pihak Balai TNKS dengan pemangku wilayah TNKS wilayah Bengkulu selama ini sangat kurang.

3. Komunikasi antar penggiat (Balai TNKS, Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan, LSM Nasional dan Internasional, Perguruan Tinggi, Masyarakat) di TNKS sangat kurang bahkan tidak ada sehingga masing-masing berjalan sendiri-sendiri.

4. Belum tersosialisasikannya informasi tentang tujuan, fungsi, manfaat dan tata batas TNKS kepada masyarakat-masyarakat sekitar TNKS di Kab. Lebong secara baik dan menyeluruh.

5. Belum jelasnya pedoman bagi penegakan hukum di Taman Nasional, sehingga banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi tidak terselesaikan.

6. Masyarakat sekitar TNKS belum dilibatkan dalam pengelolaan (pengawasan, pengamanan dan pemanfaatan) kawasan TNKS.

Sebagai dampak dari persoalan-persoalan tersebut di atas adalah tingginya tingkat deforestasi di TNKS yang disebabkan oleh aktivitas logging dan pembukaan lahan untuk budi daya pertanian/perkebunan serta perburuan satwa baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemegang investasi.

Dengan berbagai kondisi di atas maka diperlukan penguatan masyarakat di sekitar Taman Nasional untuk ikut menjaga kelestarian ekosistem Taman Nasional.

Pentingnya Perencanaan Pembangunan dan Tata Ruang Desa secara Partisipatif dan Berbasis Konservasi

Sejak bulan Mei 2005 yang lalu, beberapa desa dimekarkan menjadi desa-desa baru. Harapannya adalah agar pelayanan terhadap masyarakat di desa menjadi lebih baik oleh aparatur desa (Kades dan stafnya, BPD). Beberapa desa tersebut termasuk dalam lokasi dimana Akar Foundation akan bekerja.

Dengan berbagai permasalahan di Taman Nasional baik perambahan dan penebangan liar maupun keterbatasan sumberdaya untuk menjaga kelestarian Taman Nasional, maka melalui kegiatan perencanaan pembangunan dan tata ruang desa secara partisipatif, akan meningkatkan peran serta masyarakat untuk secara bersama menjaga kelestarian Taman Nasional.

Kegiatan perencanaan pembangunan dan tata ruang desa ini adalah jawaban bagi ketiadaan data yang akurat, ketiadaan perencanaan dan visi masa depan bagi sebuah desa. Kegiatan ini akan sangat membantu para pihak terutama Pemda. Pemda melalui Bappeda dan dinas-dinas terkait dapat mensinkronisasi antara kebutuhan masyarakat desa dan proyek-proyek pemerintah. Selama ini proyek-proyek dibuat atas analisa sepihak dari Pemda dengan partisipasi masyarakat yang sangat minim bahkan tidak ada sama sekali.

Hasil dari kegiatan dalam satu desa selama sekitar satu tahun tersebut adalah : (1) ada buku data desa yang lengkap dan terinci, termasuk potensi, permasalahan dan cara penyelesaiannya. (2) ada film proses selama kegiatan dalam satu desa tersebut. (3) ada rencana tindak lanjut yang jelas.

Lokasi Kegiatan

Kegiatan ini akan di laksanakan di Kabupaten Lebong, di dua desa terpilih yang merupakan kawasan penyangga TNKS (Kabupaten Lebong).
Kondisi Terkini

Diperlukan kampanye multimedia sistematik yang diperuntukkan bagi para pihak untuk mempengaruhi paradigma pembangunan yang tidak berpihak pada rakyat tersebut, diperlukan pendidikan kritis bagi masyarakat untuk dapat menyadari sedini mungkin bahwa investasi-investasi eksploitasi SDA tersebut pada gilirannya akan mengancam peri kehidupan mereka dan diperlukan perencanaan-perencanaan pembangunan partisipatif oleh masyarakat desa berbasis data lapangan yang terpercaya untuk dapat meyakinkan pengambil kebijakan dan para pihak di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu.

http://akarfoundation.wordpress.com
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Profil Singkat Suku Rejang

Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatra selain suku bangsa Melayu.Suku Rejang menempati daerah Lebong,Rejang Lebong,Kepahiang,Bengkulu Utara dan sebagian menyebar ke wilayah Sumatera Selatan.Bila kita lihat dari dialek bahasa yang digunakan, sangat jelas perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa daerah di Sumatra lainnya dengan bahasa Rejang. Suku Rejang menempati Kabupaten Lebong,kabupaten Rejang Lebong,kabupaten Kepahiang, Bengkulu Utara,Bengkulu Tengah Dan tersebar ke wilayah sumatera bagian selatan. Suku ini merupakan terbesar di provinsi Bengkulu

Jika mengacu pada sistem kelembagaan lokal atau local community masyarakat adat yang ada di Kabupaten Lebong adalah komunitas kampung yang di sebut dengan dengan istilah lokal Kutai atau Dusun yang berdiri sendiri yang merupakan kesatuan kekeluargaan yang timbul dari sistem unilateral dengan sistem garis keturunan yang patrilineal dan dengan cara perkawinan yang eksogami, aplikasi sistem lokal ini kemudian di terjemahkan dengan sistem kelembagaan Marga, sebuah sistem adopsi dari sistem pemerintahan Kesultanan Pelembang. Ada beberapa kesatuan kekeluargaan yang relatif masih tegas asal usul, wilayah tata aturan lokal di Kabupaten Lebong masing-masing kekeluargaan tersebut kemudian di sebut dengan Marga. John Marsden, Residen Inggris di Lais (1775-1779) menceritakan tentang adanya empat Petulai Rejang diantaranya Jekalang (Joorcalang), Selupuak (Selopoo), Manai (Beremani), Tubey (Tubay) di sisi lain Dr. J.W. Van Royen dalam Laporannya “adat-Federatie in de Residentie’s Bengkoelen en Palembang” menyatakan bahwa Marga-Marga tersebut merupakan kesatuan Rejang yang paling murni.
_________________________________________
 
Support : BUMAI PAT PETULAI | Sukau Jang | Taneak Jang
Copyright © 2011. TANEAK TANAI - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger